Kajian Al Quran

Benarkah Larangan Mendengarkan Pengajian sambil Baca Al-Qur’an?


20 jam yang lalu


benarkah-larangan-mendengarkan-pengajian-sambil-baca-al-quran

Oleh: Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag. 


Tanya: 
Assalamu’alaikum wr wb.
Saya ingin istikamah one day one juz. Suatu hari, karena kejar waktu, saya mendengarkan pengajian di masjid sambil membaca juz Al-Qur’an yang harus saya tuntaskan hari itu. Seorang ibu di sebelah saya memberi isyarat agar stop baca Al-Qur’an, lalu memberi isyarat agar saya mendengarkan ceramah ustaz. Jujur, saya agak tersinggung dan mendongkol saat itu. Tapi, di rumah saya merenung, jangan-jangan ibu yang menengur saya itu benar dalam pendangan Allah dan saya yang salah. Mohon penjelasan Bapak. Jazakallah khaira.    
Siti Fatimah - Surabaya


Jawab:
Wa’alaikumussalam wr wb.
Saya salut kepada Bunda Siti Fatimah yang cepat introspeksi dan merenung atas kritik orang. Amat tampak kesalehan Bunda. Semoga Bunda menjadi tauladan untuk semua pembaca. Baiklah, karena hati Bunda sudah terbuka, saya berani berbicara terus terang dan saya amat yakin Bunda tidak tersinggung. 

Pertama, termasuk tanda-tanda hamba Allah yang dicintai-Nya adalah yang mau mendengarkan pembicaraan orang sampai tuntas, lalu memilih mana yang paling layak diikuti (intisari QS Az-Zumar [39]: 17-18). Kedua, penceramah yang diundang itu sejatinya tamu. Nabi SAW mengajarkan untuk menghormati tamu, dan melarang menyakiti hatinya (intisari HR Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah ra). Saya sering diundang sebagai penceramah dan saya merasa tidak nyaman atau tersinggung jika melihat salah satu pendengar berzikir sendiri atau membaca Al-Qur’an selama saya berceramah. 

Ketiga, termasuk tanda-tanda orang yang dicintai Allah dan layak mendapat petunjuk-Nya adalah yang serius mendalami keilmuan, khususnya ilmu agama (intisari HR Muttafaq alaih dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra). Keempat, para sahabat menunduk untuk mendengarkan nasihat Nabi sampai seolah-olah ada burung yang hinggap di atas kepala mereka, tapi tak ada satu pun di antara mereka yang berbicara. Kelima, Allah amat memuliakan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (intisari QS Al-Mujadalah [58]: 11). Itu berarti Allah tidak menyukai orang yang beriman tapi bodoh, apalagi merasa lebih pintar.   

 Keenam, satu jam berpikir tentang keilmuan lebih baik daripada shalat sepanjang malam. Demikian kata Abu Darda’ ra. Bila dikaitkan dengan pertanyaan Bunda Siti Fatimah, bisa dikatakan bahwa berpikir tentang isi ceramah selama satu jam lebih baik daripada membaca Al-Qur’an sampai khatam. 

Berdasarkan enam argumentasi di atas, Bunda Siti Fatimah yang amat terhormat sebaiknya mendengarkan ceramah sepenuhnya. Target rutinitas bacaan Al-Qur’an bisa dilanjutkan sesudah pengajian atau bahkan bisa diganti pada hari berikutnya. Dengan cara inilah, Bunda menjadi pembaca Al-Qur’an sekaligus pengamal Al-Qur’an. Wallahu ta’ala a’lam.