Kajian Al Quran

Istighfar dalam Al-Qur’an


2 tahun yang lalu


istighfar-dalam-al-quran

Salah satu jenis zikir yang sangat dianjurkan untuk diperbanyak dan dikerjakan secara rutin adalah istighfar. Istighfar amat diharuskan saat terperangkap pada jurang kemaksiatan dan kotornya dosa-dosa. Di sinilah kaum muslim menemukan istighfar sebagai media, tempat dia bergantung untuk meluruskan penyimpangannya, yang menyucikannya dari noda-noda dosanya. Dengan kata lain, istighfar adalah meminta ampunan kepada Allah dengan mengucapkan doa atau zikir yang menunjukkan pengakuan atas dosa yang kita perbuat. Harapannya, Allah SWT akan memaafkan dan mengampuni dosa tersebut. 

Anjuran untuk beristighfar terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan menusia terhadapnya setiap saat. Apalagi, manusia dapat menyeleweng dari ketaatan dan terjerumus ke dalam maksiat terhadap Allah SWT. Istighfar datang untuk mengobati kekurangan tersebut pada diri manusia. 

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’Sungguh Iblis berkata kepada Rabb-nya, ’Dengan kemuliaan dan keagungan-Mu, aku tidak akan berhenti menggoda anak-cucu Adam selama ruh mereka ada.’ Kemudian Allah SWT berfirman, ’Dengan kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak akan berhenti mengampuni mereka selama mereka memohon ampun kepada-Ku.’” (Musnad Ahmad, ’Alam Al-Kutub, 4/77, 11244, 11264–hasan).  

Allah SWT menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk selalu beristighfar karena manusia tidak pernah luput dari khilaf dan dosa. Dalam surat Ali Imran ayat 133-134, Allah berfirman, ”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”

Istighfar memiliki banyak manfaat. Dikutip dari buku Istighfar Solusi dari Segala Dosa karya Ali bin Nayif asy-Syuhud (2015), beristighfar jika bermakna tobat diharapkan dapat menggugurkan dosa-dosa. Hal ini bilamana memenuhi syarat-syarat tobat. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 110 yang berbunyi, ”Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya diri dirinya kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” 

Istifghfar juga merupakan perhiasan yang indah. Allah SWT telah memerintah umat Islam untuk beristighfar dan bertobat. Dia menjanjikan kepada mereka dengan mengaruniakan mereka perhiasan yang baik, berbagai kenikmatan, hal-hal yang baik, kelapangan hidup, menikmati harta yang baik, serta anak-anak dan keluarga yang saleh jika mereka telah mendengar dan taat kepada Allah (Ali bin Nayif, 2015: 232). Selain itu, memohon ampun atau beristighfar adalah faktor kesuburan, pertumbuhan, banyaknya rezeki, bertambahnya kemuliaan, dan kekuatan. 

Sebagai manusia, kita tentu sadar bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Karena itu, berbuat salah atau dosa merupakan satu hal yang melekat pada diri setiap manusia. Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Sesungguhnya jika seorang mukmin melakukan satu dosa, akan timbul satu noda hitam di hatinya. Jika dia bertobat dan berhenti dari maksiat serta beristighfar, niscaya mengilap hatinya” (HR Ahmad). Secara eksplisit, dari hadis itu kita bisa mengetahui bahwa tidak ada satu pun insan yang hidup di dunia ini kecuali pasti pernah terjatuh dalam dosa dan kesalahan. Lantas, siapakah yang bisa menjamin kita untuk terhindar dari perbuatan dosa serta kemaksiatan? 

Keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW berikut ini hendaknya mampu membuat kita merenung lebih dalam. Sebagaimana diketahui, Baginda Nabi SAW nyata-nyata sudah dijaga dari perbuatan maksiat (maksum) dan beliau sudah diberi pengampunan oleh Allah SWT serta dijamin masuk surga. Kendatipun demikian, Baginda Nabi SAW masih terus beristighfar kepada Allah SWT sampai 70 kali setiap hari. Lalu, siapakah yang menjamin kita terhindar dari maksiat, diampuni dosa-dosa kita, dan bisa masuk surga Allah? 

Walaupun demikian, tidak sepatutnya seorang muslim putus harapan dan malas memohon ampunan kepada Sang Khaliq. Sebab, Dia pasti memberikan ampunan meskipun dosa-dosa manusia itu sebanyak buih di lautan. Itulah kemurahan Ar-Rahman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah berfirman, ”Milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” (Al-Baqarah [2]: 284).


Karena itu, sudah semestinya kita selaku kaum muslim menjadikan istighfar sebagai gaya hidup. Membiasakannya agar menjadi sebuah budaya yang baik. Menurut Ali bin Nayif asy-Syuhud, ada lima makna yang terkandung dalam kata istighfar. Pertama, menyesal atas perbuatan yang telah lalu. Kedua, tekad bulat untuk tidak kembali pada perbuatant tersebut selamanya. Ketiga, menunaikan hak-hak makhluk hingga bertemu dengan Allah tanpa beban. Keempat, kita bermaksud menghilangkan daging yang tumbuh di atas perbuatan dosa, kita ingin mencairkannya dengan bersedih memohon hingga tumbuh daging baru di antara keduanya. Kelima, kita ingin tubuh kita merasakan perihnya ketaatan sebagaimana kita membuatnya merasakan manisnya maksiat. Dan pada saat itulah kita mengatakan, ”Astaghfirullah” (Ali bin Nayif, 2015: 181).

Istighfar harus dilakukan dengan rendah diri, tunduk, hati yang cemas berharap, patuh, dan penuh rasa membutuhkan. Selain itu, kita mengkhusyukkan hati dengan jiwa yang berambisi meraih rahmah Allah SWT. 

Dalam kondisi ketika degradasi moral terus terjadi, sudah sepatutnya kita memperbanyak istighfar kepada Allah. Kalau perlu, kita bisa menjadikan istighfar sebagai sebuah kampanye atau gerakan untuk mengajak masyarakat sadar akan fitrah sebagai hamba yang selalu membutuhkan pertolongan-Nya. Yang paling penting, dengan beristighfar, kita selalu sadar bahwa kita tidak pernah luput dari dosa sekecil apa pun. Wallahu a’lam bish-shawab. (redaksinf)