Hikmah

Kesetiaan Suci


2 tahun yang lalu


kesetiaan-suci

Terperangah menyaksikan viralnya berita penembakan kepada seorang ibu yang sedang berhenti di depan rumah, saat membonceng anak kecilnya pulang dari sekolah. Kekejaman itu ternyata diotaki oleh suami sahnya sekaligus ayah dari bocah kecil cantik yang dibonceng.

 

Sangat sulit dipahami, persoalan berat apa yang dialami oleh keduanya, sehingga mendorong perbuatan biadab semacam itu. Rasa cinta yang berkobar ketika keduanya menjalin ikatan cinta, sumpah setia bersama membina rumah tangga bahagia, yang dipersaksikan ketika akad nikah dahulu, hangus tak tersisa. Harapan hidup bahagia, saling berbagi dan menguatkan dalam setiap kesulitan, ternyata tak mampu dijalani. Rasa ingin melindungi berganti menjadi rasa ingin untuk menyakiti dan membunuh. Dirinya sebagai suami dan orang tua dari buah cinta yang telah dilahirkannya sudah tak mampu lagi membendung gejolak amarahnya, pikirannya sempit dan pandangannya gelap.

 

Adakah rumah tangga yang tidak pernah dilanda konflik? Sepertinya tidak ada. Setiap rumah tangga pernah mengalami beragam konflik dalam rumah tangga pastilah terjadi meskipun berbeda jenis dan bobotnya. Hidup dalam kemiskinan memicu munculnya masalah serba kekurangan, hidup dengan ekonomi berkelimpahan membuka lebar peluang terjadinya perselingkuhan, orang tua dengan pendidikan rendah, menyebabkan hidup sempit tidak punya banyak pilihan, demikian pula halnya orang tua yang berpendidikan tinggi, menjadikan luasnya pemikiran tetapi bisa mendorong munculnya sikap egois dan arogan terhadap pasangan.

 

Ada pula orang yang mencari pembenaran dengan kalimat mulia “manusia tempatnya salah dan lupa” terhadap perilaku kotor dan sesatnya, padahal makna kalimat tersebut agar manusia tetap rendah hati karena menyadari dirinya penuh kekurangan dan kelemahan, serta tidak berhenti belajar kapan pun dan pada siapa pun untuk meningkatkan kualitas iman, ilmu, dan akhlak.

 

Ucapan dan sikap masing-masing bisa saling menguatkan atau melemahkan, baik kuat dalam arti positif ataupun negatif. Kuat dalam arti positif, suami atau istri yang sedang terpuruk karena berbagai tekanan hidup, bisa menjadi kokoh karena pertanyaan, pernyataan atau sekadar sapaan penuh antusias dari masing-masing pihak. Akan tetapi bisa sebaliknya, yaitu semakin kuat munculnya rasa benci dan membakar emosi sehingga melahirkan perilaku kasar, bahkan kejam terhadap pasangannya.

 

Jika sebuah lubang tak mampu kita tutup, maka jangan menggali lubang berikutnya. Bila satu masalah tak mampu kita selesaikan, jangan menambah masalah berikutnya, bila satu kalimat telah membuatnya kecewa, maka jangan ucapkan kalimat berikutnya, begitu seterusnya untuk menahan agar satu masalah tidak menjalar ke berbagai arah yang tak terkendali.

 

Padahal, jika direnungkan, apa pun masalah dalam rumah tangga yang dialami, jika dituruti, maka ujungnya sama, yaitu munculnya rasa benci, sakit hati, dan keinginan untuk menyakiti. Tahap berikutnya adalah munculnya rencana, skenario atau imajinasi upaya melakukan tindakan jahat sebagai ekspresi dari perasaan buruknya.

 

Siapa pun yang sampai pada tahapan ini sangat berat untuk menghentikannya karena darah telah mendidih, dada bergetar hebat dan akal sehat telah hilang, hanya kasih sayang Allah SWT saja yang bisa menghentikannya.

 

Kemenangan yang besar jika setiap kita bisa berzikir kepada Allah SWT sebanyak dan selama mungkin demi meraih ketenangan dalam menghadapi setiap guncangan hidup, agar tidak sampai menyentuh zona kritis dalam jiwa kita. Baik berdzikir secara qalbi, lisani, maupun kauni, yaitu dengan banyak melafadhkan kalimah thayyibah dan tidak pernah putus menyandarkan setiap keadaan kepada rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Tidak perlu gengsi atau malu dengan orang lain karena janji Allah SWT pasti “alaa bidzikrillahi tathma-innul quluub”. Wallaahu ‘alam bisshawab.