LAZIS Nurul Falah

Menjadi Hamba yang Selalu Merasa Kaya


setahun yang lalu


menjadi-hamba-yang-selalu-merasa-kaya

Sadar atau tidak sadar, kita sebagai hamba sering sekali mengeluh. Benar atau benar?

Sering kita melihat dan mendengar ada teman di sekitar yang hidup kemewahan, rezeki melimpah, dan semua yang dikehendaki terpenuhi. Namun, ada juga yang serba kekurangan, ekonomi rendah, dan berkecukupan tapi malah sebaliknya penuh syukur dan rajin sedekah.

Dalam menjalankan hidup, setiap manusia pasti ingin mencapai kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Manusia terus berlomba-lomba mencapai kesuksesan tersebut agar menjadi pribadi yang kaya secara harta maupun iman. Tidak ada satu pun manusia yang ingin hidup kesusahan dengan menjadi seseorang yang miskin. Tetapi, pada realitanya masih banyak manusia yang merasakan kesusahan dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari. Mereka sulit mencari pekerjaan, sulit mendapatkan makanan, sulit mencari tempat tinggal, dan sebagainya.

Namun, perlu disadari bahwa kekayaan harta benda yang dimiliki merupakan mutlak pemberian dari Allah SWT yang diberikan kepada siapa saja serta porsi kekayaan sesuai kehendak-Nya. Padahal, kekayaan tidak hanya dalam bentuk harta benda saja, tetapi kekayaan yang sebenarnya berada di dalam hati kita. Hal ini sesuai dari hadis Bukhari dan Muslim yang berbunyi, “Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun, kaya adalah hati yang selalu merasa cukup”. 

Selain itu, di dalam riwayat Hibban ra, Nabi Muhammad SAW pernah memberikan nasihat kepada sahabat Abu Dzar yang berkata, “Rasulullah saw bersabda kepadaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).”

Harta yang diberikan oleh Allah SWT kepada seseorang dapat berjumlah sedikit hingga berlimpah dan Allah SWT akan menguji mereka tanpa mengenal banyaknya harta yang didapatkannya. Dengan kata lain, seseorang bisa saja mendapatkan harta yang begitu banyak tetapi ia bersifat sombong, serakah, dan tidak mau berbagai kepada orang lain. Sebaliknya, seseorang yang hanya mendapatkan harta yang sedikit justru memiliki sifat yang rendah hati, peduli, dan malahan senang berbagi kepada orang lain. 

Pengujian dari Allah SWT diberikan untuk melihat apakah si kaya bisa mengatasi sifat sombong, serakah, dan pelit menjadi pribadi yang senang berbagi kepada sesama manusia. Sebaliknya, apakah si miskin bisa mempertahankan sifatnya yang rendah hati, peduli, dan senang berbagi tersebut tanpa menjadi seorang kriminal yang dapat merugikan orang lain.

Dengan demikian, kita sebagai hamba-Nya telah diberikan porsi kekayaannya masing-masing karena Allah SWT bersifat adil kepada makhluknya. Orang miskin bisa kaya karena memiliki hati yang lapang dan orang kaya bisa miskin karena tidak memiliki hati yang sempit. Teruslah menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan jadilah pribadi yang selalu merasa kaya dari hatinya karena kaya tidak hanya berasal dari kekayaan harta benda.