Keluarga

Ngenakno Anak


setahun yang lalu


ngenakno-anak

Dari sudut pandang anak, apa pun yang sudah dicapai orang tua pada level mana pun, sesungguhnya menjadi beban bagi anak dalam melihat dirinya.

”Saya harus jadi dokter” tekad seorang anak untuk membahagiakan orang tua, karena menjadi dokter merupakan cita-cita orang tua yang tak kesampaian di masa muda. Dengan segenap fasilitas yang telah dimiliki, orang tua sekarang mampu menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan favorit. Tekad tersebut bisa sebagai lecutan semangat sang anak untuk membayar hidup susah di masa lalu, saking miskinnya dan minimnya akses terhadap kesehatan sehingga ketika sakit tidak mampu membeli obat dan tidak kuasa membayar perawatan yang layak.

 “Saya tidak mau jadi dokter”, pernyataan lugas dari anak sebagai ekspresi sikap perlawanan terhadap keinginan orang tuanya, yang profesinya sebagai dokter yang sangat tersohor. Entah perasaan sakit atau kecewa yang terpendam dalam dirinya sehingga tidak ingin hidup seperti orang tuanya. Keinginan, harapan, dan ambisi orang tua benar-benar menjadi beban, bahkan menjadi trauma bagi dirinya. 

Bukan hanya dokter, bisa terjadi pula pada profesi lain, termasuk orang tua yang menjadi pesohor, tokoh masyarakat, ustaz atau kyai. Memang ada peribahasa “Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”,  yang tentu nilai kebenarannya tidaklah mutlak, tetapi pada sebagian orang telah menjadi mitos yang dipercayai. Keyakinan mereka kuat sehingga apa pun yang dijalani oleh anak, tidak akan jauh-jauh dari apa yang telah orang tua raih. Peribahasa ini pula yang sering digunakan oleh orang tua sebagai argumentasi dalam memilihkan profesi atau bidang yang harus ditekuni oleh anaknya. 

Beberapa anak menanggung beban yang berat karena adanya konflik batin antara mengikuti keinginan orang tua atau mengikuti perasaan dan pikirannya sendiri. Ayahnya kyai, menjadi beban ketika ananda ingin menekuni dunia tarik suara; ayahnya dokter, akan menjadi masalah bila ingin menekuni profesi sebagai atlet; ayahnya jenderal, menjadi tantangan berat bila ingin berkarier di luar dunia kemiliteran. Begitu seterusnya. Sungguh sulit melakukan kompromi antara orang tua dan anak agar keduanya dapat terjalin kesepahaman.

Kalaulah anak tidak menolak keberhasilan orang tua sebagai tugas yang harus diteruskan, keberhasilan tersebut bisa menjadi jalan penyesat, yang membuat bangkrut kehidupan keluarga ananda selanjutnya. Hal ini terjadi karena sang anak selalu tumbuh dalam gelimang kemewahan, hingga tidak bisa  merasakan arti perjuangan. Ia tidak bisa keluar dari keadaan tersebut sehingga jalan hidup yang ditempuh kemudian hanyalah memelihara kenyamanan dan menikmati kemudahan. Betapa gelap kehidupannya, jika setiap usaha dilakukan, selalu menghindari kerja keras yang penuh kesulitan dan tantangan. 

Betapa banyak anak sultan yang bersikap congkak karena kesuksesan orang tua. Betapa banyak anak tokoh masyarakat jemawa atas kharisma orang tuanya dan betapa banyak anak jenderal sok jagoan karena kekuasaan orang tuanya.

Keberhasilan orang tua dalam menapaki karier di bidang apa saja, seumpama dengan pendaki yang telah berhasil mencapai puncak, bila tidak meninggal jejak dalam rute pendakian, maka rute tersebut hanya akan menjadi miliknya sendiri. Makna kesuksesan hanya berlaku untuk dirinya, tidak akan dapat dilanjutkan oleh anaknya, apalagi orang lain yang ingin mengikutinya.

Memberi tanda jejak atau menancapkan rambu-rambu, di setiap tahapan dan tikungan rute perjalanan, akan membantu siapa pun orang sesudahnya untuk meraih sukses yang sama, atau bahkan bisa sukses lebih baik. Orang berikutnya, anak sendiri atau orang lain, mereka akan lebih sukses jika telah membaca rute perjalanan tersebut dan mampu membuat rute lain yang lebih mudah dan rendah risiko untuk mencapai puncak gunung yang indah. Jangan katakana, ”Bapak sudah sukses, Nak, kita di sini saja, jangan turun lagi, karena di bawah sulit dan berat nak.” Wallahu a’lam bisshowab.  

*bersikap tega pada anak*