IEC (Islam Education Center)

Pelayanan untuk Anak Autisme (Part 1)


2 tahun yang lalu


pelayanan-untuk-anak-autisme-part-1

Ketika si kecil terdiagnosis autistic spectrum disorder atau autisme, rasa kaget pasti ada. Orang tua diliputi perasaan khawatir tentang kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar dan bagaimana nanti dengan perkembangannya.

Meski kesadaran masyarakat mulai tumbuh tentang keberadaan anak autis, pengertian dan penerimaan terhadap anak autis masih rendah. Sikap seperti inilah yang menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan bagi banyak orang tua. Khawatir bila anak mereka dianggap sebagai anak antisosial, anak yang selalu asyik dalam dunianya sendiri, orang aneh, otak macet, dan sebagainya hingga ada anggapan bahwa mereka sakit jiwa.

Hal pertama yang harus kita sadari adalah bahwa autis bukanlah suatu penyakit yang menakutkan, melainkan suatu kondisi yang harus diterima, baik oleh orang tua, lingkungan, maupun teman-temannya. Penerimaan saja tidak cukup untuk memulihkan kondisi anak autis yang unik. Beberapa tindakan intervensi dan treatment perlu diberikan.

Beberapa program intervensi dini yang dapat dilakukan untuk anak autis meliputi: (a) discreate trial training (DTT), (b) intervensi LEAP (learning experience and alternative program for preschoolers and parents), (c) floor time, (d) TEACCH (treatment and education for autistic children and related communication handicaps), dan (e) terapi psikologi.

Program DTT yang didasari oleh model perilaku ”operant conditioning”, yaitu pemberian hadiah atau penguatan terhadap perilaku positif yang terjadi yang dikehendaki oleh guru, orang tua, dan masyarakat. Misalnya, jika anak autis sebelumnya memiliki perilaku senang membenturkan kepalanya di dinding, lalu setelah diberikan perlakuan tertentu anak tidak lagi menunjukkan seperti semula, maka anak diberi hadiah atau penguatan agar perilaku baik diulang-ulangi atau dipertahankan.

Untuk meningkatkan kemampuan sosialnya, anak autis dapat belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain. Tentu hal ini perlu diberikan stimulus respons yang melibatkan anak tersebut berada dalam lingkungan sosial untuk kemudian diberikan penguatan dan kontrol melalui teknik LEAP (learning experience and alternative program for preschoolers and parents). 

Kesulitan besar dalam berhubungan atau berkomunikasi bagi anak autis perlu juga diperbaiki dengan menggunakan intervensi floor time. Yakni, teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaksi.

Pendekatan yang menyeluruh dan kontinyu untuk individu, keluarga, dan lembaga pelayanan untuk anak autis sangat dibutuhkan. Bentuknya adalah diagnosis, terapi, konsultasi, dan kerja sama layanan yang lain. Terapis dalam program TEACCH ini harus memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang, termasuk speech pathology, lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa, dan psikologi. Sebab, konsep pembelajarannya berdasarkan pada tingkah laku, perkembangan, dan dari sudut pandang teori ekologi yang berhubungan dengan teori dasar autisme.

Selain terapi di atas, anak autis dapat diberikan program terapi penunjang seperti:

• Terapi Wicara, membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik.

• Terapi Okupasi, untuk melatih motorik halus anak.

• Terapi Bermain, mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.

• Terapi Medikamentosa (obat-obatan/drug therapy), dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.

• Terapi Melalui Makanan (diet therapy), untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu.

• Sensory Integration Therapy, untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya.

• Auditory Integration Therapy, agar pendengaran anak lebih sempurna.

• Biomedical Treatment Therapy, penanganan biomedis yang paling mutakhir melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadiorphin, alergen, dan sebagainya).

• Hydro Therapy.

• Terapi Musik.